“Innalillahi wa innailaihi rajiun. Teman kita yang bernama Reno telah pulang ke Rahmatullah. Mohon di maafkan atas segala kesalahannya. Semoga ia diterima di sisi Allah. Amin” begitulah pesan yang pertama kali masuk di ponselku pagi itu. Pagi itu adalah hari minggu, dimana di saat kami sesibuk-sibuknya mengerjakan tugas di rumah masing-masing. Mendengar kabar tersebut segera kubuka fecebook, dimana kami biasa chatingan apabila ada informasi-informasi mengenai sekolah. Kejadian ini sebenanya sangat tidak bisa kupercaya, apalagi dia adalah teman sebangku ku. Namun kejadian ini benar dan tentu saja nyata karena semua teman-temanku pada sibuk menanyakan berita tersebut. Disana mereka kembali membahas tentengnya, tentu saja sangat membuat kami sedih. “Aku tidak menyangka teman seperjuanganku telah dipanggil oleh sang Maha Kuasa, semoga ia tenang di alam sana dan di terima di sisi Allah Swt” itulah status pada hari itu kami semua. Kelas Ipa 6 kembali berduka pada hari minggu itu. Guru wali kelasku merekam video penyesalnnya yang telah mengunting rambutnya pada hari sebelum ia pergi, ia menangis dan sangat menyesal.
Selama ini kami sering menghabiskan waktu bersama-sama. Kenangan ini tentu saja membuatku merasa kehilangan sosok teman yang sangat mengerti akan diriku. Namun nyatanya ia telah pergi meninggalkan ku terlebih dahulu. Kemarin padahal kami baru saja sama-sama membotakkan rambut.
“Ini aku yakin Hen, ibu Rani pasti kehilangan sosok wajah terganteng di kelasnya” katanya.
“Kenapa bisa hilang”tanyaku tak mengerti kebingungan disaat tukang rambut memotong rambut kami. “Kan kita udah culun, jadi udah keliatan jelek” jawabnya lama dengan nada santai.
“Lo aja jelek, gua mah enggak” jawabku spontan kala itu. Tak seperti biasanya ia mengatakan dirinya jelek dan melibatkan aku juga jelek, biasa ia selalu mengatakan yang sebaliknya. Memang sih banyak kejadian-kejadian aneh sebelum ia pergi, mulai dari situasinya, tingkah lakunya bahkan kata-katanya.
“Ini aku yakin Hen, ibu Rani pasti kehilangan sosok wajah terganteng di kelasnya” katanya.
“Kenapa bisa hilang”tanyaku tak mengerti kebingungan disaat tukang rambut memotong rambut kami. “Kan kita udah culun, jadi udah keliatan jelek” jawabnya lama dengan nada santai.
“Lo aja jelek, gua mah enggak” jawabku spontan kala itu. Tak seperti biasanya ia mengatakan dirinya jelek dan melibatkan aku juga jelek, biasa ia selalu mengatakan yang sebaliknya. Memang sih banyak kejadian-kejadian aneh sebelum ia pergi, mulai dari situasinya, tingkah lakunya bahkan kata-katanya.
***
Dua hari sebelum ia pergi, sempat semua teman-teman di seluruh ruangan kelas mencium bau harum bungan melati. Ia juga sempat mengatakan kepadaku.
“Sepertinya salah seorang diatara kelas ini akan ada yang meninggalkan alam ini Hen” ujarnya.
“Kok kamu bicara begitu, ngeri deh” jawabku di sela-sela mengerjakan tugas.
“coba kamu cium, inikan bau harum bunga melati” katanya. Dalam hatiku ia mengatakan yang tidak-tidak di hari itu. Namun hari berikutnya kembali tercium bau harum bunga melati. Aku hanya bersikap seperti biasa. Pikirku itu hanya bau harum bunga melati yang mungkin terjadi. Mungkin saja itu ulah teman-teman yang jahil untuk menakuti anak kelas kami itu juga jadi sangkaan ku saat itu. Tak kusangka ternyata ucapannya benar seharusnya pada hari itu aku percaya kepadanya. Apalagi sikapnya yang sangat baik terhadap semua orang pada dua hari itu sangat berbeda dari hari-hari sebelum ia pergi.
Dua hari sebelum ia pergi, sempat semua teman-teman di seluruh ruangan kelas mencium bau harum bungan melati. Ia juga sempat mengatakan kepadaku.
“Sepertinya salah seorang diatara kelas ini akan ada yang meninggalkan alam ini Hen” ujarnya.
“Kok kamu bicara begitu, ngeri deh” jawabku di sela-sela mengerjakan tugas.
“coba kamu cium, inikan bau harum bunga melati” katanya. Dalam hatiku ia mengatakan yang tidak-tidak di hari itu. Namun hari berikutnya kembali tercium bau harum bunga melati. Aku hanya bersikap seperti biasa. Pikirku itu hanya bau harum bunga melati yang mungkin terjadi. Mungkin saja itu ulah teman-teman yang jahil untuk menakuti anak kelas kami itu juga jadi sangkaan ku saat itu. Tak kusangka ternyata ucapannya benar seharusnya pada hari itu aku percaya kepadanya. Apalagi sikapnya yang sangat baik terhadap semua orang pada dua hari itu sangat berbeda dari hari-hari sebelum ia pergi.
***
Pada hari itu, aku langsung menuju rumahnya. Walaupun agak jauh dari kediamanku tetap saja aku akan datang kerumahnya. Setiba dikompleknya kulihat rumahnya sepi tidak ada siapapun. Ternyata ia tidak dimakamkan di tempat tinggalnya. Ia di makamkan dikampungnya, di tempat tinggal neneknya. Informasi itu ku ketahui dari tetangganya. Tetangganya yang juga kebetulan yang mau berangkat kesana tentu saja aku mengikutinya dari belakang. Ditengah perjalanan aku sempat ketinggalan jauh darinya sehingga membuat ku kehilangan jejaknya. Namun dengan keinginanku untuk melihatnya membuat ku tidak menyerah. Sekiranya aku kehilangannya sekitar lima menit, namun kutemukan mobilnya kembali pas di tempat semua kendaraan berhenti, ketika itu rambu lalu lintas menyala merah. Dengan jarak yang begitu jauh terpaksa aku masuk melalui sempit-sempit kendaraan untuk lebih dekat dengannya. Setelah melakukan pejalanan kurang lebih satu jam akhirnya kami tiba disana. Ini terakhir kali aku akan jumpa dengannya tentu saja aku langsung masuk kedalam rumah neneknya. Tak seperti orang lain yang hanya duduk di halaman rumah aku justru mengantri untuk menciumnya. setelah kulihat dari dekat ia sudah terbalut dengan kain kafan putih dan telah di masukkan kapas kedalam lubang hidungnya. Kucium ia di dahinya dan kubisikkan ke telinganya “maafkan aku Ren aku tak sempat di sampingmu saat engkau pergi, semoga semua amal-amalmu diterima disisi allah dan terampuni segala dosamu” air mataku berkaca-kaca melihatnya.
Pada hari itu, aku langsung menuju rumahnya. Walaupun agak jauh dari kediamanku tetap saja aku akan datang kerumahnya. Setiba dikompleknya kulihat rumahnya sepi tidak ada siapapun. Ternyata ia tidak dimakamkan di tempat tinggalnya. Ia di makamkan dikampungnya, di tempat tinggal neneknya. Informasi itu ku ketahui dari tetangganya. Tetangganya yang juga kebetulan yang mau berangkat kesana tentu saja aku mengikutinya dari belakang. Ditengah perjalanan aku sempat ketinggalan jauh darinya sehingga membuat ku kehilangan jejaknya. Namun dengan keinginanku untuk melihatnya membuat ku tidak menyerah. Sekiranya aku kehilangannya sekitar lima menit, namun kutemukan mobilnya kembali pas di tempat semua kendaraan berhenti, ketika itu rambu lalu lintas menyala merah. Dengan jarak yang begitu jauh terpaksa aku masuk melalui sempit-sempit kendaraan untuk lebih dekat dengannya. Setelah melakukan pejalanan kurang lebih satu jam akhirnya kami tiba disana. Ini terakhir kali aku akan jumpa dengannya tentu saja aku langsung masuk kedalam rumah neneknya. Tak seperti orang lain yang hanya duduk di halaman rumah aku justru mengantri untuk menciumnya. setelah kulihat dari dekat ia sudah terbalut dengan kain kafan putih dan telah di masukkan kapas kedalam lubang hidungnya. Kucium ia di dahinya dan kubisikkan ke telinganya “maafkan aku Ren aku tak sempat di sampingmu saat engkau pergi, semoga semua amal-amalmu diterima disisi allah dan terampuni segala dosamu” air mataku berkaca-kaca melihatnya.
Setelah selesai pemakaman ibunya yang sangat tegar datang menghampiriku. “Kamu temannya anak saya ya?” tanya beliau duduk di samping ku. Kulihat wajahnya seperti sudah sangat mengiklaskan kepergiannya. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku. Beliau kemudian menceritakan kepadaku beberapa tanda-tanda reno sebelum ia pergi meninggalkan mereka. Dari cerita beliau dapat kusimpulkan bahwa sebelum reno pergi, ia sudah pesan ketika ia meninggal semoga ibu dan bapaknya tidak menangis dan mengiklaskannya. Kudengar juga cerita dari ibunya ia akhir-akhir ini suka meminta dibelikan buah-buahan dan sering tidur di pasantren. Ia tidak sakit melainkan ia tenggelam di laut. “Malam itu reno meminta izin pada ayahnya untuk tidur di pasantren, ayahnya mengizinkannya. Selesai subuh ia bersama teman-temannya pergi asmara subuh. Sekitar jam tujuh ia bersama teman-temannya berenang di laut. Kata teman-temannya ia agak sedikit jau dari laut sepertinya ia mengalami keram. Lalu ia tenggelam. Teman-temannya yang melihat Reno tenggelam segara melaporkan ke penjaga di daerah tersebut. Mungkin sudah di situ ajalnya nak” begitulah cerita ibunya tak bisa melanjutkan yang menahan kesedihan. Ia sempat dibawakan ke rumah sakit namun sudah tidak bisa ditolongkan. Memang benar ajal tidak ada yang tau kapan waktunya datang.