Kamis, 22 November 2018

Barang Dilegalkan Tapi Berbahaya




            Ia bertanya seolah-olah perbuatannya sama dengan mereka, semua yang ia tanya semuanya dijawab. Ketika mereka menjawab pertanyaan darinya, mereka tidak merasa bahwa perbuatan mereka itu bersalah. Malahan ia melihat mereka tertawa puas dan bangga. Bahkan tidak ada rasa bersalah sedikitpun. Dalam hatinya ingin sekali ia mengatakan sesuatu, tapi hanyalah hatinya yang bisa berkata namun mulutnya telah terbungkam dengan tawaan mereka. Setelah melihat dan memahami tingkah laku mereka, ia sama sekali tidak ingin menyampaikannya. Ia hanya memendam perasaan benci atas kelakuan mereka. Ia tidak membenci terhadap mereka melainkan atas perbuatan mereka yang tidak bisa diterima oleh pola pikir dan akal.
            Mudin anaknya Wak Doyok yang dikenal sebagai orang yang paten kali semasa SMAnya. Banyak sekali prestasi yang ia raih, namun apa daya setelah tamat SMA ia terpaksa tidak melanjutkan pendidikannya yang disebabkan oleh ekonomi keluarganya. Sehingga terpaksa ia pergi merantau keluar daerah untuk membantu kehidupan ibu, bapak dan adik-adiknya. Apalagi ia adalah anak pertama, anak yang dianggap tulang punggung keluarga yang dibelakangnya ada adik-adik yang harus dikawal dan dijaganya. Apabila ia tidak bisa menjaga dirinya maka melaratlah adik-adiknya. Itulah keluarga Mudin, salah satu contoh yang diidamkan oleh ibu-ibu dikampungnya, karena sekarang ia sudah sukses dengan karirnya. Tidak hanya sukses tapi sudah bisa mengUmrahkan keluarganya bahkan menyekolahkan adik-adiknya sampai jenjang Sarjana. Kini ia kembali ke kampung halamannya, namun kampungnya sudah sangat berbeda dengan yang dulu saat ia pergi. Gara-gara pengaruh globalisasi kampung halamannya sudah sangat berbeda dengan semasa kecilnya dikampung. Mulai dari keadaan sosial sampai perekonomian banyak sekali perubahannya.
            Dulu memang daerah-daerah perkampungan tidak sekriminal sekarang. Pemuda di perkampungan dulu sibuk dengan membantu pekerjaan orangtuanya, baik diladang maupun dikebun. Anak-anak SD, SMP, SMA kadang-kadang bermain bola, layang-layang, semuanya aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Tapi sekarang sudah berbeda masyarakat kampung sudah dihadapkan dengan  masalah penyalahgunaan narkoba. Dulu sasaran narkoba hanya kalangan pemuda, tapi sekarang pemuda, anak-anak sudah jadi sasarannya. Targetnya daerah kampung-kampung bahkan dusun-dusun. Ada yang jadi bandar, bahkan ada yang jadi pecandunya. Pihak pemerintahan sangat kewalahan dengan barang-barang haram tersebut yang dipasok tidak pernah putus. Memang sudah sangat banyak penangkapan yang sudah dilakukan. Tapi tetap saja selalu ada pemasoknya dan pemakainya. Kenapa?, mengapa?, bagaimana?. Itu selalu ada pertanyaan dari warga kampung maupun pihak pemerintahan. Seminar-seminar akan pengenalan barang haram tersebut sudah dilakukan agar generasi muda tidak terceremus kedalamnya. Pengenalan demi pengenalan dilakukan, tapi apalah daya sampai di pemerintahan sendiri, ada juga yang kong kali kong baik jadi bandarnya maupun pemakainya. Memang barang itu bak “Api dalam sekam, jarum dalam jerami”.
“Bentuknya bagai gula ada juga bagai tepung ada juga berbentuk pil bahkan seperti obat ada juga daun-daunan. Namanya berbagai macam, dari mulai Sabu-sabu(S2), Heroin, Ganja, Morfin semuanya itu adalah Narkoba”jawab pemuda desa sambil tertawa ketika ditanya pak lurah bersama Mudin.
“ Jaman dulu kita dijajah dengan senjata. Tapi perlawanan dari rakyat tidak pernah kalah, dengan memakai bambu rucingpun bisa membuat mereka kocar-kocir kehilangan arah” ujar pak Lurah. “Kenalkah kalian dengan Cut Mutia, Cut Nyak Din mereka pahlawan Aceh yang tidak kenal menyerah membela bangsa ini. Tapi kenapa sekarang orang kita sendiri membunuh sesama kita sendiri, Bak penyusup, penghianat bangsa. Lewat apa? Yaitu lewat Narkoba. Dari Mana? Dari tanah air kita sendiri bahkan juga ada dari Belanda. Penjajah dahulu kala.” Lanjut pak Lurah dengan pertanyaan dan jawaban yang ia jawab sendiri.
Pemuda-pemuda itu terdiam bagai terkena petir dimalam hari. Pak lurah tau betul bahwa mereka Bandar narkoba. Namun bukti belum mencukupi. Mereka tidak menjual belikan untuk anak-anak diperkampungannya, tapi mereka menjual ke kampung-kampung sebelah. Tapi satu dua anak-anak kampung Mudin sudah terkena narkoba, gara-gara pergaulan disekolah. Namun belakangan Mudin mengetahui penyebab anak-anak kampunya terkena narkoba karena ulah pemuda kampungnya juga. Mereka menjual ke anak kampung sebelah. Sesampai di sekolah anak kampung yang lain memberikan kepada anak kampungnya Mudin. Sehingga anak-anak kampungnya Mudin yang terkena narkoba harus direhap atas usulan pemuda kampungnya.
Tiga hari dikampung Mudin sudah merasakan seperti sebulan. Bagaimana tidak, ia sangat dibutuhkan dikampung halamannya. Niat pulang untuk beristirahat, menenangkan pikiran dikampung halamannya sudah hilang. Setiap saat ia selalu diberikan tugas dari pak lurah untuk membasmi bandar-bandar dikampungnya. Bukan seperti di film-film action tapi dengan cara jadi motifator ketika diadakannya rapat baikpun musyawarah dikampunya maupun di kampung-kampung lainnya. Setiap ada rapat-rapat, musyawarah jika mudin datang untuk memotivator pemuda-pemuda sangat ingin tau yang ingin dikatakannya. Disetiap rapat dan musyawarah mudin selalu menyangkut kaitkan dengan narkoba. Memang itulah tugasnya.
“Sebelum di gerebek lebih baik kau ganti profesi, apa harus kupanggil Atta” kata Mudin di setiap kesempatan.
Lanjutan ceritanya ada di part 2 ya kawan2
comen di bawah jika perlu lanjutan nya terimakasih sudah membaca.
Previous Post
Next Post

0 komentar: